December 10, 2014

Dari Perempuanmu

Lelakiku,

Aku sudah lama mempersilakanmu masuk lewat pintu utama yang sudah sekian lama kuncinya selalu aku genggam sendiri. Membiarkanmu duduk di tempat yang kau mau dan merelakan dinding rumahku kau hiasi dengan beribu corak dan pola. Memberimu hak mengatur lukisan di dinding bahkan menjadikanmu tuan yang singgah dalam peraduan.

Sayang, mencintaimu tak semudah mengartikan puisi Gibran, wahai lelakiku. Aku membiarkanmu merobek separuh hati yang aku berikan begitu saja. Lalu kau meremukkan dan menjatuhkannya tanpa ampun sekalipun aku berteriak memintamu untuk berhenti, dan menengok.

Tengoklah rasa sakit yang aku pendam dalam sunyi.
Tengok air mata yang aku biarkan jatuh dalam pelukan gravitasi bumi.
Tengok aku yang berdiri mematung di depan pintu yang kita huni, yang entah kapan kau pergi untuk kembali disini.

Aku mencintaimu lebih awal bahkan sebelum embun tahu daun mana yang akan menjadi tempatnya menghabiskan pagi. 
Aku mencintaimu lebih awal dibanding ikan-ikan yang berlomba berenang untuk menjadi yang pertama sampai ke hilir. 
Aku mencintaimu lebih awal daripada bulan yang terlambat mengutarakan perasaannya pada lautan. 
Aku mencintaimu lebih awal bahkan sebelum Ia datang dan memelukmu dalam  mendung dan bimbang.

Lelakiku, 

mungkin aku terlalu mencintaimu sampai-sampai aku mati rasa pada nyeri dacemburu,
mungkin aku terlalu mencintaimu sampai-sampai merelakan nona kecilmu memanggilmu tuan dan membiarkan kalian bertemu dalam dinginnya malam,
mungkin aku terlalu mencintaimu karena aku masih ingin mendambamu lebih lama lagi, sekalipun kau juga masih ingin mendambanya sekali lagi.

Dari yang masih mencintamu,

Perempuanmu.



P.S. Inspired from : I'm not the Only One

No comments:

Post a Comment