August 8, 2012

Padrè

"I know that I will never find my father in any other man who comes into my life, because it is a void in my life that can only be filled by him." - Halle Berry

Wanita paruh baya itu berjalan memasuki gedung putih di hadapannya. Ia tidak sedang berjalan sendirian, di sampingnya seorang gadis kecil berbaju merah ikut mendampinginya berjalan bersama. Itupun berkat bujukan si wanita, gadis kecil itu mau menemaninya masuk. Wanita berbaju hitam itu mengatakan bahwa hari itu gadis kecil akan bertemu dengan seseorang yang spesial. Tentu saja gadis kecil itu percaya dengan perkataan wanita yang Ia panggil "ibu." Bagian mana dari kata "ibu" yang harus membuat gadis kecil itu untuk tidak mempercayainya?

Kedua perempuan itu berjalan menyusuri lorong yang bagi gadis kecil, itu lorong terpanjang yang pernah Ia susuri. Sembari berjalan di samping ibunya, gadis kecil mengamati orang-orang di sekelilingnya. Wajah mereka tampak asing; kerutan di dahi, kulit yang menggantung pada tulang pipi, dan cara berjalan mereka yang harus dibantu dengan tongkat atau mereka malah harus duduk di kursi roda. Terbesit rasa kasihan dan iba di dalam dirinya namun  rasa keingintahuannya yang lebih besar mengusik dirinya.

Digoyang-goyangkannya tangan kiri ibunya, mencoba mengalihkan perhatiannya dari lorong.

"Ibu, kenapa mereka seperti itu?" tanya gadis kecil itu dengan polos.

Ibunya tersenyum mendengar pertanyaan anak perempuannya yang terlalu mencolok untuk tidak dihiraukan.

"Itu karena mereka sudah tua, sayang. Nanti kalau kau bertumbuh dan menjadi tua, kau juga akan seperti mereka. Ibu pun jika tua nanti juga akan seperti mereka."

"Aku takut jadi tua."

Wanita berbaju hitam itu seakan menahan tawa mendengar pengakuan putrinya, "Jangan takut menjadi tua. Tanpa kau sadari kau akan terbiasa dengan sendirinya." Jawab wanita itu sambil menggandeng tangan gadis kecil sesaat mereka tiba di deretan anak tangga.

Wanita paruh baya itu menuntun gadis kecilnya dan memperingatkannya agar berjalan dengan hati-hati supaya kakinya tidak terpeleset. Gadis kecil memegang tangan ibunya dengan erat, seakan takut kalau-kalau tiba-tiba Ia terjatuh dan merasa sakit.

Langkahnya berhenti di anak tangga yang terakhir. Wajah-wajah asing yang Ia temui di bawah tadi juga Ia temukan di lantai atas. Gadis kecil itu terheran-heran dan bertanya-tanya di dalam hati, tempat apakah ini? Kenapa ibunya mengatakan bahwa Ia akan bertemu dengan orang yang spesial?

"Sini, ikut ibu." Ibunya menarik pergelangan tangan gadis kecil itu dan menunjukkan jalan mana yang akan menuntun mereka pada orang spesial. Gadis kecil menurut dan mengikuti ibunya, walaupun perasaan skeptis bertahan di batang otaknya namun rasa kepercayaannya pada sang ibu membuatnya yakin pada ibunya.

Wanita paruh baya itu terdiam, berdiri kaku. Di hadapannya ada seorang laki-laki tua yang sedang duduk sendiri di kamarnya sambil memandang jendela dengan tatapan kosong. Sambil menghela napas panjang, seolah wanita itu memberanikan dirinya mendatangi tempat laki-laki tua itu duduk. Gadis kecil yang masih memegang tangan kirinya, diajaknya pula.

"Ayah," katanya, "masih ingat aku?"

Laki-laki tua itu menoleh kepada suara yang memanggilnya "ayah". Matanya menyipit, mencoba mengumpulkan memori-memori dalam otaknya, mencari tahu kebenaran siapa wanita paruh baya di hadapannya.

Ayah? Pikir gadis kecil itu dalam hati. Otaknya mulai bekerja, memperhatikan sosok laki-laki tua itu. Paras mereka berdua tidak jauh berbeda. Di dalam temaram cahaya lampu kamar, gadis kecil itu mulai mengerti dan menemukan kemiripan diantara keduanya.

"Uh, ya? Kau..."

Wanita itu menyebutkan namanya sambil menjulurkan tangan kanannya, berharap tangan ayahnya menyambutnya. Tentu saja jabatan tangan itu disambut oleh ayahnya. Perlahan ayahnya mulai sadar bahwa yang mengunjunginya hari itu adalah putri kecilnya yang sekarang sudah menjadi dewasa. Wanita itu mengguratkan senyuman di bibirnya. Ia lalu menarik kursi dan meletakkannya di sebelah kursi goyang ayahnya.

"Gadis kecil, kau duduk di situ saja," katanya pada gadis kecilnya supaya duduk di pingggiran tempat tidur.

Sesaat gadis kecil merasa teracuhkan oleh ibunya sendiri. Laki-laki tua yang dipanggilnya "ayah" itu merebut perhatian ibunya, Ia cemburu tentu saja. Namun begitu melihat sinar mata wanita berbaju hitam yang duduk di samping "ayah"nya, gadis kecil itu mulai mengerti. Wanita yang Ia panggil "ibu" itu seakan kembali menjadi seorang putri kecil yang sedang bertukar canda dengan sang ayah.

Beberapa canda dan saling tukar kabar membuat sepasang ayah dan putrinya itu merindukan masa-masa lama. Memang bukan suatu bentuk komunikasi yang menyenangkan untuk didengar maupun diamati. Si wanita itu 2-3 kali melontarkan namanya karena sang ayah tidak ingat siapa yang duduk di sebelah kursi goyangnya. Sembari tertawa dan mengulang cerita yang sama, tidak jarang wanita itu meremas pergelangan tangan ayahnya. Rasa rindunya pada sang ayah tersirat dari caranya memandang laki-laki tua di hadapannya, begitu dalam dan tersirat sedikit rasa sakit.

Gadis kecil yang berada di belakang memperhatikan tingkah laku ibunya, benar-benar seperti seorang anak perempuan yang sedang bermanja dalam pelukan ayahnya. Mungkin laki-laki tua itu tidak lagi memainkan rambut putri kecilnya seperti yang biasa Ia lakukan dulu atau mengusap wajah ayunya sambil menyenandungkan tembang-tembang merdu namun hal itu tidak membuat wanita paruh baya itu berkecil hati. Dengan melihat ayahnya sehat saja, hal itu sudah cukup. Pikir gadis kecil itu seolah Ia tahu apa yang ada di benak ibunya.

Beberapa menit tak terasa mulai berlalu, Ibu bersiap berpamitan pada ayahnya. Dijabatnya tangan sang ayah dengan erat dan lama, seakan tidak ingin dilepaskannya. Gadis kecil pun beranjak dari tempat duduknya. Sambil mengikuti ibunya, Ia ikut mengucapkan salam perpisahan.

Tiba-tiba saja sang ayah berdiri. Ibu tersentak kaget dan melarangnya untuk bangun dari kursi goyangnya.

Laki-laki tua itu bergumam perlahan,"aku ingin mengantarmu ke depan."

Begitu telinganya menangkap suara sang ayah yang parau, gadis kecil itu berusaha menahan air matanya untuk tidak tumpah membasahi pipinya. Dilihatnya tubuh renta itu berusaha untuk bangkit perlahan dan berjalan menggunakan tongkatnya yang berkaki 4, berusaha melawan kondisi tubuhnya yang sudah tidak kuat berjalan hanya untuk mengantar putri kecilnya pulang.

"Sudah, ayah di sini saja. Kalau ayah turun, nanti ayah kesusahan untuk naik. Aku bisa turun sendiri kok," kata putri kecilnya.

"Uh, tidak apa-apa. Aku bisa melakukannya," jawabnya dengan keras kepala. "Aku hanya ingin mengantar putri kecilku pulang. Itulah yang dulu selalu ayah lakukan."

Baik wanita paruh baya maupun gadis kecil itu sama-sama terdiam mendengar perkataan sang ayah. Gadis kecil masih berusaha melawan air matanya untuk keluar dari pelupuknya. Yang Ia tidak tahu, bukan Ia saja yang melakukan hal yang sama.

Untungnya, seorang pengawas gedung itu datang dan menahan laki-laki tua itu untuk turun. Padahal, kaki kanan laki-laki tua itu sudah Ia pijakkan pada anak tangga pertama guna menempuh anak-anak tangga lainnya hanya untuk mengantar putri kecilnya keluar.

Rasa tidak tega tersirat dari wajah kedua perempuan itu. Sama-sama melawan perasaan sedih dan kalut, mereka berdua hanya sanggup melambaikan tangan pada laki-laki tua itu. Laki-laki tua itupun melambai balik. Kedua perempuan itu memberikan senyuman dan salam perpisahan terbaik mereka, mencoba berdamai dengan perasaan mereka yang terlalu sulit untuk ditahan.

Belasan anak tangga sudah mereka turuni dan mereka masih terdiam satu sama lain. Lorong yang panjang pun tidak mampu mengubah pendirian mereka untuk tidak saling menanyakan perasaan. Gadis kecil mencerna sendiri apa yang Ia dapat di hari itu. Ibunya benar, hari itu Ia bertemu dengan seorang yang spesial. Seseorang yang ibunya panggil "ayah." "Ayah" yang duduk di kursi goyang dengan tatapan kosong menghadap jendela. "Ayah" yang menemaninya tertawa dan bercerita walaupun kadang Ia lupa kepada siapa Ia berbicara. "Ayah" yang tulus ingin mengantarakan putri kecilnya pulang dengan selamat walau tubuh rentanya berkata sebaliknya. Tentu saja wanita paruh baya itu merasa tersentuh. Semua bagian dari kata "ayah" mampu membuatnya menjadi seorang putri kecil kembali.

August 7, 2012

Philophobia*

Just a brief post.

Have you ever been in love? Pretty sure you have or maybe you are having right now, right inside your heart.
The feeling when you think about a person and it makes your tummy fluttered. Then you keep thinking about the same person over and over again, and the butterflies come more and more.
Have I ever been in love? Well, I'm not quite sure yet but I can tell I never been in love.
Love is such a complicated thing for me. Not sure what I'm trying to tell you here but I always scared to fall in love...hell, it's hard to fall for someone. I know it's not supposed to happen. Besides, falling in love is somewhat an easiest way to feel about someone. When you look at them and then you feel that you like them and then you started to know about them; something what they like and what they don't, and then you're getting to know them better; to know what they really are, and then blablabla... You know what happen next.
I'm not the kind of person who can fall so easily and I found it like a curse. Even right now, I have no one to think about in the middle of the night. I don't even understand about love songs and why it has to be disgustingly painfully romantic, I really don't. I can't make it through my brain why do person who feel that they're in love have to be annoying and so obnoxious in every second. I just don't get it. I'm sorry, maybe it's just... typical me.

(*) Philophobia: the fear of falling in love or being in love.

Heaven Forbid - The Fray




"Heaven Forbid"

Twenty years, it's breaking you down
now that you understand there's no one around
Take a breath, just take a seat
you're falling apart and tearing at the seams

Heaven forbid you end up alone, you don't know why
Hold on tight, wait for tomorrow, you'll be alright

It's on your face, is it on your mind
would you care to build a house of your own
How much longer, how long can you wait
It's like you wanted to go and give yourself away

Heaven forbid you end up alone, you don't know why
Hold on tight, wait for tomorrow, you'll be alright
Heaven forbid you end up alone, you don't know why
Hold on tight, wait for tomorrow, you'll be alright

It feels good (Is that reason enough for you)
It feels good (Is that reason enough for you)
It feels good (Is that reason enough for you)
It feels good (Is that reason enough for you)

Heaven forbid you end up alone, you don't know why
Hold on tight wait for tomorrow, you'll be alright
Heaven forbid you end up alone, you don't know why
Hold on tight wait for tomorrow, you'll be alright

Out of this one
I don't know how to get you out of this one
I don't know how to get you out of this one
I don't know how to get you out of this one
I don't know how to get you out of this one


I'm sorry.
but I'm falling apart and I don't have anything to hold onto.
It's getting exhausting and sometimes  I found myself losing control.
It's like I'm trapped but there is no way out.
I'm tired getting on this way.
Perhaps someone upstairs would like to take a look at me for a minute.
I'm just... 
I'm sorry.