May 21, 2014

I don't Think I could Lose Anything Else

Barangkali playlist  saya sudah bosan memutar lagu yang sama selama hampir 3 hari ini. Kalau saja ia punya nyawa mungkin ia akan berpikir, “Gimme a break! This song? Again?” Dan selanjutnya, saya mungkin akan memberikan senyum masam saya untuknya. Kalau ditanya alasan, saya bisa saja menjawab, “Lagunya enak.”, “Sabar dikit lah. Minggu depan paling juga udah ganti lagu lagi.”  atau “Shut up.”

Bukankah kita semua juga seperti itu. Ada saat dimana kita memutar playlist tanpa peduli lagu apa yang sedang dimainkan dan membiarkan telinga kita menelan mentah-mentah setiap melodi yang didengungkan. Ada juga waktu dimana kita bermaksud untuk mendengarkan lagu namun jempol kanan tak urung berhenti menekan tombol forward, seolah otak dan telinga kita tidak dalam kata mufakat. Saya di posisi berikut; repeating the same song, over and over again. Been there, right?



It tells about a one-night stand love where the guy still wanted the girl to stay with him.

Nope, I’m not doing a one-night stand love if it’s that what you’re thinking. Sebagai pendengar, kita juga punya hak untuk menginterpretasikannya menurut asumsi kita sendiri bukan. Bagi saya, ini lebih tentang meminta seseorang untuk tetap tinggal. Memintanya untuk tidak meninggalkan kita karena ketika mereka beranjak, yang tertinggal bersama kita hanyalah kenangan dan mungkin segelintir rasa takut. Takut untuk berhadapan dengan kenyataan bahwa tanpa mereka, hari tidak akan pernah sama lagi. And how are you gonna cope with that?

Saya orang yang percaya bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang kita ciptakan sendiri. We create our own happiness. Kita sendiri yang mengizinkan perasaan kita untuk merasakan bahagia. Anehnya, di setiap perasaan bahagia itu datang, saya tak henti-hentinya berpikiran buruk. How much time do I have left to feel this? Karena sayangnya, saya juga orang yang percaya bahwa kebahagiaan itu tidak kekal. Cepat atau lambat semuanya kembali fana.

Meminta mereka untuk tetap tinggal dan tidak pergi adalah cara saya untuk tetap bahagia. Namun saya juga tahu, setiap orang mempunyai waktunya sendiri untuk bersama saya. Ada yang hanya beberapa bulan, dan mungkin ada yang sampai berpuluh-puluh tahun. Semakin lama orang tersebut bersama saya, semakin besar luka yang harus saya hadapi nantinya kalau-kalau waktu mereka bersama saya habis. Dan saya selalu mempersiapkan diri saya untuk itu. Walaupun kenyataannya, sesiap apapun saya, jika waktunya tiba saya tidak akan siap.

Some people struggle to let others in and they mistaken by the society as an introvert and a weirdo. But maybe they just can’t bear with the pain whenever those people walk away from their lives, it always leaves a big scar in their heart; something they need to cope with, not only for few days but for the rest of their lives.

I don't want you to leave, will you hold my hand?

May 10, 2014

I Want to Know What it's Like

Everything changes and I wasn't prepared for this.
I thought I could handle the pain because I've been here before, exactly on the same spot years ago.
Well, it didn't.
I still feel the agony and it stings even more.
I thought I have been prepared for this.
How to control the tears so it wouldn't stream down on my cheek, but it's hard.
How to set the brain so it would only think about the happy things ahead, but it's hard.
It's harder..
And now I just feel so small and what's happening now is beyond my power.
I'm powerless.

So, may I ask You?
When is the miracle happen?
Does it happen after I sent my prayers to You?
If it does, so be it.
I would like to see it.
I want to know what it's like.