Lucu, ketika kita sedang jatuh cinta dan mengabaikan setiap logika. Entah mengapa, segalanya jadi lebih masuk akal walau otak hanya dijejali filosofi-filosofi manis penuh bualan yang memanjakan telinga.
Waktu itu saya meyakinkan diri saya bahwa saya tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya dengan siapapun. Waktu itu juga saya bilang ke diri saya sendiri bahwa Ia orang yang membuat saya berhenti mencari. Waktu itu bahkan, saya, tanpa pikir panjang, rela menanggalkan dan meninggalkan apapun yang saya percayai untuk bisa bersama dia dan menghabiskan sisa hidup saya bersamanya. Waktu itu saya sedang jatuh cinta.
Segalanya terasa manis, semanis buah ceri.
Ia sempat membuat saya percaya bahwa saya adalah sesuatu yang Ia butuhkan. Katakanlah, tulang rusuknya yang hilang, atau bisa dibilang pasangan puzzle yang selama ini dia cari. Dan saya telan mentah-mentah semua omong kosong yang pernah Ia utarakan. Sekosong omongannya yang berjanji tidak akan kemana-mana dan akan tetap tinggal sampai nanti kita menua bersama.
Sebuah omong kosong yang sempat merupa janji.
Kejatuhan kami tidak terelakkan lagi, atau lebih tepatnya hanya saya saja karena dia tidak. Saya jatuh lebih dalam dari yang saya pikirkan. Saya pernah terseok, lalu sempat mencoba bangkit. Kembali jatuh dan diseret ribuan mil jauhnya, saya tetap bangun. Karena waktu itu saya sempat percaya apapun yang sedang saya perjuangkan akan berbuah manis.
Buah yang saya tunggu akhirnya datang, namun tak semanis yang saya inginkan.
Rasanya sakit begitu tahu Ia pergi begitu saja tanpa memperhitungkan apa yang pernah kami lewati bersama. Ia pergi dengan alasan. Padahal tadinya dia bilang tidak ada alasan untuk jatuh cinta kepada saya, yang mana berarti dia juga tidak punya alasan untuk pergi dari saya. Tapi, memang sedari awal dia ingin pergi. Ada atau tidak ada alasan untuk pergi, saya juga tidak bisa meminta seseorang untuk tetap tinggal, bukan?
Bagi saya, sebuah hubungan akan berhasil kalau keduanya saling memperjuangkan satu sama lain. Kalau hanya satu saja, apa gunanya?
Kemudian saya putuskan untuk pergi karena dia sudah lama berhenti untuk berjuang bagi kami. Lagipula buat apa saya tetap tinggal dan menunggu sesuatu yang belum pasti akan kembali. Saya tidak menyalahkan keadaan atau waktu atau kami berdua. Benar katanya, semua terjadi begitu saja. Cara kami bertemu, cara kami mencinta, juga cara kami melambaikan tangan. Tidak ada satupun yang kami rencanakan akan terjadi.
Setidaknya kami pernah bersama. Setidaknya kami pernah membuat satu sama lain bahagia. Dan
Dan, semoga bahagia selalu bersamanya selamanya.